Berdasarkan
pengalaman selama ini, masih banyak satuan kerja (satker) yang belum terlalu
memahami terkait tata cara penyelesaian bongkaran BMN yang diakibatkan oleh
perbaikan yang dilakukan terhadap BMN, baik berupa renovasi, rehabilitasi,
ataupun restorasi. Untuk itu kali ini
saya akan mencoba menjelaskan terkait penyelesaian bongkaran BMN karena
perbaikan.
Sebelum
kita membahas terkait penyelesaian bongkaran BMN, terlebih dahulu harus
diketahui pengertian BMN. Berdasarkan
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, ditentukan bahwa BMN meliputi barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan barang yang berasal dari perolehan
lainnya yang sah. Selanjutnya agar
pemahaman kita lebih lengkap, maka perlu pula diketahui pengertian dari renovasi,
rehabilitasi, dan restorasi.
Rehabilitasi
adalah perbaikan aset tetap yang rusak sebagian dengan tanpa mengingkatkan
kualitas dan/atau kapasitas dengan maksud dapat digunakan sesuai dengan kondisi
semula. Renovasi adalah perbaikan asset tetap
yang rusak atau mengganti yang baik dengan maksud meningkatkan kualitas dan
kapasitas. Sedangkan restorasi adalah
perbaikan aset tetap yang rusak dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.
Dalam
penggunaannya, BMN dapat dilakukan perbaikan tanpa menghapus BMN dari daftar
barang, antara lain dengan melakukan renovasi, rehabilitasi, atau restorasi
sesuai fungsi dan kegunaannya bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Perbaikan ini mengakibatkan adanya bongkaran
BMN yang berpotensi menghasilkan penerimaan Negara. Selanjutnya, bongkaran BMN tersebut dapat
dilakukan penjualan, hibah, atau pemusnahan oleh Pengguna Barang setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. Berdasarkan Pasal 51 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, ditentukan bahwa
penjualan BMN dilakukan secara lelang.
Berdasarkan
pengertian BMN sebagaimana dimaksud di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bongkaran
BMN sebagai akibat dari kegiatan perbaikan merupakan BMN. Bongkaran BMN dikategorikan sebagai selain
tanah dan/atau bangunan (barang bergerak).
Bongkaran BMN dapat bersumber
dari bongkaran gedung dan bangunan, bongkaran peralatan dan mesin, dan
bongkaran jalan, irigasi dan jaringan.
Sebagaimana
telah disebutkan di atas, bahwa perbaikan BMN berupa rehabilitasi, renovasi dan
restorasi tidak mengakibatkan penghapusan dari Daftar Barang Kuasa Pengguna,
Daftar Barang Pengguna maupun Daftar Barang Milik Negara, maka penjualan
bongkaran BMN tersebut tidak memerlukan persetujuan penghapusan BMN dari
Pengelola Barang. Namun demikian,
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan kegiatan perbaikan harus
mengajukan permohonan persetujuan penjualan BMN kepada Pengelola Barang. Permohonan tersebut harus dilengkapi:
- alasan pengajuan permohonan persetujuan penjualan;
- fotokopi dokumen penganggaran (antara lain DIPA) kegiatan renovasi, rehabilitasi, dan restorasi terkait;
- surat penunjukan tim untuk menilai bongkaran BMN;
- laporan penilaian bongkaran BMN;
- surat penetapan nilai bongkaran BMN.
Penetapan
nilai bongkaran BMN sebagaimana dimaksud pada poin 5 ditentukan oleh Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh tim yang
ditetapkan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Pelaksanaan penilaian dapat juga melibatkan
penilai internal DJKN.
Setelah mendapatkan
persetujuan penjualan dari Pengelola Barang, selanjutnya Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL setempat dengan
melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen persyaratan lelang yang
bersifat umum:
1) salinan/fotokopi
keputusan penunjukan pejabat penjual dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang;
2)
daftar
barang yang akan dilelang; dan
3)
dokumen
yang memuat persyaratan lelang tambahan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang (apabila ada) sepanjang dokumen dimaksud tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang;
b. dokumen persyaratan lelang yang
bersifat khusus:
1)
salinan/fotokopi
keputusan tentang pembentukan panitia penjualan lelang; dan
2)
fotokopi
persetujuan penjualan dari Pengelola Barang.
Dalam hal bongkaran BMN
terjual dalam pelelangan, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melaporkan hal
tersebut kepada Pengelola Barang dengan melampirkan fotokopi Salinan Risalah
Lelang, bukti setor hasil pelelangan ke Rekening Kas Umum Negara, dan Berita
Acara Serah Terima dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung
sejak serah terima barang. Dalam hal
bongkaran BMN tidak terjual dalam lelang pertama, berdasarkan permohonan dari
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, KPKNL setempat dapat memberikan
persetujuan:
- perubahan nilai limit untuk penjualan lelang ulang berdasarkan penilaian ulang oleh tim yang ditetapkan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
- hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
- pemusnahan bongkaran BMN
Dalam
hal tidak terdapat bongkaran BMN akibat kegiatan perbaikan, Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang membuat pernyataan bahwa tidak terdapat bongkaran
BMN akibat kegiatan perbaikan dan menyampaikannya kepada Kepala KPKNL setempat. Dalam hal ini Kepala KPKNL tidak perlu
menerbitkan persetujuan penjualan, hibah, atau pemusnahan.
Demikian
sedikit penjelasan terkait penyelesaian bongkaran BMN karena perbaikan. Mudah-mudahan dapat membantu sehingga pengelolaan
BMN menjadi lebih baik. Wassalam