Senin, 24 Februari 2014

PENYELESAIAN BONGKARAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) KARENA PERBAIKAN (RENOVASI, REHABILITASI, ATAU RESTORASI)


Berdasarkan pengalaman selama ini, masih banyak satuan kerja (satker) yang belum terlalu memahami terkait tata cara penyelesaian bongkaran BMN yang diakibatkan oleh perbaikan yang dilakukan terhadap BMN, baik berupa renovasi, rehabilitasi, ataupun restorasi.  Untuk itu kali ini saya akan mencoba menjelaskan terkait penyelesaian bongkaran BMN karena perbaikan.
Sebelum kita membahas terkait penyelesaian bongkaran BMN, terlebih dahulu harus diketahui pengertian BMN.  Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, ditentukan bahwa BMN meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.  Selanjutnya agar pemahaman kita lebih lengkap, maka perlu pula diketahui pengertian dari renovasi, rehabilitasi, dan restorasi.
Rehabilitasi adalah perbaikan aset tetap yang rusak sebagian dengan tanpa mengingkatkan kualitas dan/atau kapasitas dengan maksud dapat digunakan sesuai dengan kondisi semula.  Renovasi adalah perbaikan asset tetap yang rusak atau mengganti yang baik dengan maksud meningkatkan kualitas dan kapasitas.  Sedangkan restorasi adalah perbaikan aset tetap yang rusak dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.
Dalam penggunaannya, BMN dapat dilakukan perbaikan tanpa menghapus BMN dari daftar barang, antara lain dengan melakukan renovasi, rehabilitasi, atau restorasi sesuai fungsi dan kegunaannya bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.  Perbaikan ini mengakibatkan adanya bongkaran BMN yang berpotensi menghasilkan penerimaan Negara.  Selanjutnya, bongkaran BMN tersebut dapat dilakukan penjualan, hibah, atau pemusnahan oleh Pengguna Barang setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.  Berdasarkan Pasal 51 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, ditentukan bahwa penjualan BMN dilakukan secara lelang.
Berdasarkan pengertian BMN sebagaimana dimaksud di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bongkaran BMN sebagai akibat dari kegiatan perbaikan merupakan BMN.  Bongkaran BMN dikategorikan sebagai selain tanah dan/atau bangunan (barang bergerak).   Bongkaran BMN dapat bersumber dari bongkaran gedung dan bangunan, bongkaran peralatan dan mesin, dan bongkaran jalan, irigasi dan jaringan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa perbaikan BMN berupa rehabilitasi, renovasi dan restorasi tidak mengakibatkan penghapusan dari Daftar Barang Kuasa Pengguna, Daftar Barang Pengguna maupun Daftar Barang Milik Negara, maka penjualan bongkaran BMN tersebut tidak memerlukan persetujuan penghapusan BMN dari Pengelola Barang.  Namun demikian, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan kegiatan perbaikan harus mengajukan permohonan persetujuan penjualan BMN kepada Pengelola Barang.  Permohonan tersebut harus dilengkapi:
  1. alasan pengajuan permohonan persetujuan penjualan;
  2. fotokopi dokumen penganggaran (antara lain DIPA) kegiatan renovasi, rehabilitasi, dan restorasi terkait;
  3. surat penunjukan tim untuk menilai bongkaran BMN;
  4. laporan penilaian bongkaran BMN;
  5. surat penetapan nilai bongkaran BMN.

Penetapan nilai bongkaran BMN sebagaimana dimaksud pada poin 5 ditentukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.  Pelaksanaan penilaian dapat juga melibatkan penilai internal DJKN.
Setelah mendapatkan persetujuan penjualan dari Pengelola Barang, selanjutnya Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL setempat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum:
1)   salinan/fotokopi keputusan penunjukan pejabat penjual dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
2)    daftar barang yang akan dilelang; dan
3)    dokumen yang memuat persyaratan lelang tambahan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang (apabila ada) sepanjang dokumen dimaksud tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang;
b. dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus:
1)    salinan/fotokopi keputusan tentang pembentukan panitia penjualan lelang; dan
2)    fotokopi persetujuan penjualan dari Pengelola Barang.
Dalam hal bongkaran BMN terjual dalam pelelangan, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melaporkan hal tersebut kepada Pengelola Barang dengan melampirkan fotokopi Salinan Risalah Lelang, bukti setor hasil pelelangan ke Rekening Kas Umum Negara, dan Berita Acara Serah Terima dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak serah terima barang.  Dalam hal bongkaran BMN tidak terjual dalam lelang pertama, berdasarkan permohonan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, KPKNL setempat dapat memberikan persetujuan:
  1. perubahan nilai limit untuk penjualan lelang ulang berdasarkan penilaian ulang oleh tim yang ditetapkan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
  2. hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
  3. pemusnahan bongkaran BMN

Dalam hal tidak terdapat bongkaran BMN akibat kegiatan perbaikan, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang membuat pernyataan bahwa tidak terdapat bongkaran BMN akibat kegiatan perbaikan dan menyampaikannya kepada Kepala KPKNL setempat.  Dalam hal ini Kepala KPKNL tidak perlu menerbitkan persetujuan penjualan, hibah, atau pemusnahan.

Demikian sedikit penjelasan terkait penyelesaian bongkaran BMN karena perbaikan.  Mudah-mudahan dapat membantu sehingga pengelolaan BMN menjadi lebih baik. Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar